Isu Penolakan Produk Beku dan Ancaman SARS-COV-2 (Frozen Food Banned Issues and the Threat of SARS-CoV-2)

Markco Internasional

10 February 2021

No Comments

ISU PENOLAKAN PRODUK BEKU DAN ANCAMAN SARS-COV-2

 

Isu penolakan produk beku dan mengenai ancaman infeksi SARS-CoV-2 dengan menyentuh benda terkontaminasi telah bergulir di China sejak Juni 2020, terkait dengan transmisi fomite pada lebih dari 300 orang yang terhubung ke Pasar Grosir Pertanian Xinfadi di Beijing. Kemudian, dilakukan penelitian pada 1.900 sampel dari berbagai pasar dan dilaporkan bahwa sekitar 40 orang kembali positif mengidap COVID-19, termasuk sampel dari talenan yang digunakan untuk memotong salmon. Dalam semalam, segala jenis salmon dibuang dari supermarket dan restoran – meskipun terdapat panduan ahli bahwa salmon tidak dapat terinfeksi dan kemudian menularkan virus ke manusia.

 

Asal pasti cluster Xinfadi masih belum jelas. Tetapi tim peneliti China dari Universitas Tsinghua, CDC Beijing, dan Akademi Ilmu Kedokteran China bersama-sama menerbitkan sebuah penelitian pada bulan Oktober 2020 yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengurutan genom, jenis virus khusus ini berasal dari Eropa. Kemudian, menyimpulkan bahwa sumber kasus Xinfadi kemungkinan adalah “makanan yang diimpor melalui logistik rantai dingin (cold-chain)”. Dan sementara peneliti yang sama mengakui bahwa tidak pasti apakah jumlah virus yang ditemukan dalam sampel dari talenan salmon cukup untuk menginfeksi seseorang, namun “ada risiko dari makanan dan kontaminasi lingkungan”.

 

Direktur CDC China (Central for Disease Control and Prevention), Gao Fu, melakukan konferensi pers pada tanggal 17 Oktober 2020, menyatakan telah mendeteksi dan mampu mengisolasi virus Corona hidup pada kemasan terluar ikan cod impor pada saat melakukan penelusuran penyebaran COVID-19 dari dua pekerja dermaga yang terinfeksi, yang juga menginfeksi 12 orang lainnya, di Qingdao, China. Namun, CDC China juga mengatakan bahwa “risiko makanan rantai dingin yang beredar di pasar China terkontaminasi oleh virus Corona baru sangat rendah”. Sejauh ini, hanya 22 dari 670.000 sampel dari makanan rantai dingin atau kemasan makanan yang dinyatakan positif mengidap virus Corona (SARS-CoV-2). Organisasi tersebut memperingatkan para pekerja yang menangani makanan yang disimpan dalam kondisi berpendingin bahwa mereka berada pada “risiko yang relatif tinggi” terkena virus Corona dan harus meningkatkan upaya mereka untuk melindungi diri mereka sendiri.

Isu Penolakan Produk Beku
Isu Penolakan Produk Beku

November 2020, Tim peneliti, termasuk Gao, melakukan penelitian terhadap 421 sampel permukaan diambil untuk paket ikan cod, 50 dinyatakan positif RNA virus, dan hanya satu yang kemudian terbukti menular. Temuan tersebut diterbitkan di Jurnal Biosafety and Health, jurnal peer-review yang dikelola oleh Institut Nasional untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Viral dan CDC China.

 

Hasil penelitian inilah yang kemudian menjadi dasar dalam pengambilan keputusan pelarangan hampir 100 pemasok dari 20 negara. Lalu pada suatu waktu merekomendasikan pembatasan perjalanan di setidaknya dua kota tempat produksi pangan beku terpapar virus Corona. Kasus pelarangan ini menjadi perhatian tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Seperti dilansir pada laman Kompas 12 November 2020, China mengumumkan pada tanggal 11 November 2020 untuk menangguhkan impor ikan beku dari Indonesia setelah menemukan sampel virus Corona dalam produknya. Ekspor tertinggi Indonesia untuk ikan dan udang sebesar 40% ke Amerika Serikat, dan 20% ke China. Sejak peristiwa tersebut penurunan ekspor ikan dan udang ke China yang mencapai 80%.

 

Kasus tersebut sebenarnya secara langsung bertentangan dengan pedoman kesehatan internasional, yang mengatakan penularan seperti itu sangat tidak mungkin. CDC Amerika Serikat telah menyatakan “saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menangani makanan atau mengonsumsi makanan relevan dengan infeksi COVID-19”. Disamping itu, WHO sebagai lembaga kesehatan dunia juga telah mengeluarkan pernyataan tentang pedoman keamanan dan penanganan pangan yang menjelaskan bahwa “sangat tidak mungkin orang dapat tertular COVID-19 dari makanan atau kemasan makanan”. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Emanuel Goldman, seorang Ahli Mikrobiologi di Rutgers University’s New Jersey Medical School, dalam tulisannya di Lancet, “kemungkinan penularan melalui permukaan benda mati sangat kecil”

 

Namun, penelitian terbaru telah menemukan bahwa SARS-CoV-2 hidup dapat bertahan di permukaan untuk jangka waktu yang cukup lama. Seperti penelitian yang diterbitkan di Virology Journal mengungkapkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan di permukaan umum seperti kaca, baja tahan karat, dan uang hingga 28 hari. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa virus dapat bertahan lebih lama di suhu yang lebih dingin. CDC Amerika Serikat juga telah menyatakan di situsnya bahwa “tetesan pernapasan juga dapat mendarat di permukaan dan benda. Ada kemungkinan seseorang bisa tertular COVID-19 dengan menyentuh permukaan atau benda yang memiliki virus di atasnya dan kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata mereka sendiri.”

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian terbaru yang diposting di BioRxiv yang dilansir Robert Glatter di Situs Forbes, 23 Agustus 2020, menemukan bahwa SARS-CoV-2, virus yang bertanggung jawab atas COVID-19, dapat bertahan hidup pada daging dan ikan beku selama 3 minggu, sehingga ada kemungkinan bahwa pangan yang terkontaminasi dapat menjadi sumber wabah baru di negara yang sebelumnya telah mengendalikan virus. Penelitian tersebut dilakukan dengan menginokulasi 500 kubus kecil salmon, ayam dan babi dari supermarket di Singapura dengan dosis partikel virus SARS-CoV-2 yang besar. Daging tersebut kemudian disimpan pada 3 temperatur berbeda yaitu 4oC, -20oC, dan -80oC. Setelah daging dicairkan pada berbagai titik waktu (1, 2, 5, 7, 14, dan 21 hari setelah inokulasi), para peneliti menemukan bahwa jumlah virus infeksius — virus yang mampu berkembang biak — tetap sama meskipun suhunya 4oC, -20oC, dan -80oC. Jumlah virus menular tetap sama selama 3 minggu di sampel yang didinginkan (4oC) dan yang dibekukan -20oC, dan -80oC.

 

Kasus temuan jejak virus korona tipe baru pada produk dan kemasan produk perikanan asal Indonesia terjadi berulang seperti dikutip dalam situs Kompas 3 Desember 2020. Akibatnya, ekspor produk perikanan beku Indonesia terancam dihentikan sementara atau diembargo oleh otoritas China. Kasus terbaru juga terjadi di produk es krim, 17 Januari 2021, di Perusahaan Tianjin Daqiaodao, Kota Tiajin, China Utara. 1.662 karyawan perusahaan telah dikarantina dan menjalani pengujian asam nukleat (sejenis PCR) pada 14 Januari 2021 dengan mengikuti panduan dari Pusat Pengendalian Penyakit Tianjin. Pihak berwenang mengatakan perusahaan memproduksi 4.836 kotak es krim yang terkontaminasi COVID-19, 2.089 di antaranya telah disegel dalam penyimpanan. Sebanyak 935 kotak es krim, dari 2.747 kotak yang masuk pasar, berada di Tianjin dan hanya 65 yang dijual ke pasar. Perusahaan, sesuai penyelidikan epidemiologi awal, memproduksi sejumlah es krim menggunakan bahan mentah seperti susu bubuk yang diimpor dari Selandia Baru dan bubuk whey yang diimpor dari Ukraina, dilaporkan Xinhua, kantor pers resmi yang dikelola pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

 

Paparan diatas berdasarkan informasi dari beberapa situs berita dan situs resmi pemerintah China, Amerika Serikat, Indonesia dan Organisasi Kesehatan Internasional. Produk pangan beku menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia, dan tentunya berbagai negara dunia. Isu ini menjadi isu yang perlu dibahas lebih lanjut, lintas sektor, lintas kementerian/ lembaga serta melibatkan industri untuk mendapatkan solusi dan strategi yang tepat.

Artikel ini ditulis oleh : Lely Rahmawaty (Food Safety Expert IULIMarkCert)
Dipublikasikan oleh : Nabila Puterianna

 

Sumber :

  • Affidia Journal (Feb 5, 2021),
  • NDTV (Jan 18, 2021),
  • Insider (Jan 17, 2021),
  • Kompas (Nov 12 & Des 3, 2020),
  • The Jakarta Pos (Oct 19, 2020),
  • Forbes (Oct 18, 2020),
  • Xinhuanet (Oct 19, 2020),
  • Reuters (Oct 17, 2020). 

Leave a Reply